PROSPEK
INVASI IMPERIALIS SIAM TERHADAP UMAT ISLAM PATANI
Pada tahun 1983, lahirnya pokitik tairomjen (di bawah
payung dingin) yang ditangani oleh ketua staf angkatan perang batalyon IV
berpusat di provinsi nakorn Sri Thammaraja yaitu jenderal Hanj Lilanonda. Etis
policy ini merupakan alat yang membawa bangsa patani ke jutub neraka
imperialis. Di mana usahanya dapat mengakibatkan merosotnya bangsa melayu
patani di seluruh aspek kehidupan, baik mental maupun spiritual. Di sini
penulis coba menedivensikan fakta realistis yang sudah dan akan terjadi.
1.
Aspek Keagamaan
Kalau pada awal kejatuhan kesultanan patani, imperialis bertindak eksploiter keagamaan, di mana umat islam dipadsa agar menyembah berhala yang mejoritas dianuti imperialis (bhuda), di lembaga pendidikan umum dikeraskan anak-anak didik muslim supaya menghormati dan menyembah patung-patung yang disediakan pada masing-masing kelas. Tapi akhir-akhir ini etis policy diterapkan yaitu cara mengakomodasikan dan mengasimilasikan keagamaan, sehingga banyak masyarakat awam terpengaruhtanpa dasar, jelas ini menimbulkan penyelewengan keagamaan. Contohnya, sewaktu perletakan dan peresmian mesjid harus dilaksanakan oleh menteri yang bersangkutan yang beragama budha, dan semasa palaksanaan itu di iringi dengan bacaan shalawat. Selain dari itu imperialis paksa agar kiyai muslim serta santri-santri berdoa peresmian ulang tahunnya. “tindaka ini samata-mata demi partisipasi social”, ungkapan imperialis. Gambaran tersebut berlaku disekitar provinsi Yala, Narathiwat dan Kabupaten Ruso.
Dalam
majalah Tang Nam (al-Hidayat), awal tahun 1988, mencatat bahwa wakil kepala
wilayah provinsi Narathiwat pernah melontar kata-kata perih, menyentuh nilai
normal islam. Beliau mengungkapkan “kelompok dakwah tabligh islam adalah
gila-gilaan, penyesat umat, menyeru kajalan yang tidak benar dan adalah agama
politik yang kotor sekali”.
2.
Aspek Social
Budaya
Masyarakat
patani adalah mayoritas melayu, melayu dalam pengantar bahasa, melayu dalm
bergaul, melayu dalam adat istiadat dan melayu dalam seni rupa, sehingga
dianggap melayu di identik dengan islam dalam arti lahiriyah, meskipun
fenomenanya tidak.
Akulturasi
dan asimilasi social budaya diterapkan oleh kaum imperialis sekitar tahun 1945
dan madih lancer sampai saat kini. Motif ini dalam rangka ketiadaan perbedaan
antara bangsa bhuda dan bangsa melayu islam, dan menghindari dari pemberontakan
terhadap yang berkuasa. Pada tahun 1983 imperialis mengeluarkan dana yang cukup
besar sekali dalm upaya mensiamisasikan nama-nama bangsa patani yang berwarna
islami dan kemelayuan, menjadi nama-nama yang berbau siam, seperti Muhammad
dijadikan mamat, Abdullah dijakan Adun, pulau Setul (nama desa) diganti dengan
Kok Sathon, Kampong Baru diganti dengan Ban Mai, atau langsung diganti dengan
nam yang berbau kebudhaan atau siam, total seperti Abdul Halim di Surasak.
Selanjutnya kemudahan-kemudahan akan imperialis beri manakala nama asli
diganti.
Pada
tahun 1960 sampai dengan sekarang politik transmigrasi dan land reform dikuat
kuasakan, suku-suku siam yang berdiam diri dibagian tengah dan utara, yang
mengelami kemerosotan ekonomi disuruh berhijrah ke bahagian Selatan (patani)
yang dominannya diduduki oleh melayu muslim, akhirnya menimbulkan suatu
kompetisi kelompok, baik adat istiadat, ruang lingkup mata pencaharian dan cara
peternakan hewan. Sehingga posisi umat melayu patani jatuh ke jurang kehinaan,
terpaksa pindah ke tempat yang lebih tenteram, digunung-gunung dan bahagian
pendalaman. Perkampungan orang patani dilereng-lereng bukit disuruh pindah ke
puncak gunung, kerana akan dibuat bendungan ayer dan pembagunan negera. Yang jelas! Pelaksanaan itu atas puing
reruntuhannya umat isam patani.
3.
Aspek Ekonomi
dan Politik
Patani
adalah basis perekonomian yang ampuh dan populer sejak berdirinya sebagai
negara, dan lebih penuh kemewahannya ketimbang dengan Negara siam, sehingga
siam sendiri mengakui, dan terkenal dengan panggilan
4.
Aspek Pendidikan
Tahun
1934 M. merupakan tahun reformasi bagi Negara siam ,di mana berlakukan
pergesaran system pemerintahan dari system monarchi absolut menjadi system
demokrasi terpimpin. Pimpinan Negara dewasa itu diwewenangi oleh jenderal P.
Phibon Songkram yang terkenal salah seorang pro-kebarat-baratan. Dengan perubahan
Sistem
pemerintahan itu menyebabkan kemerosotan sistem pendidikan agama Islam di
Patani, kerana pendidikan saman (Umum) di perluaskan ke segenap daeroh,
guru-guru bertugas hanya orang beragama Bhudha. Untuk mengatasi problema ini
terpaksanya masih pesantren dan mempelajari kitab-kitab kuning tentang
keagamaan, yang berbahasa jawi aebagai
bahasa pengantar (UTUSAN THAI SELATAN, No.11, Agustus 1970).
Setelah
selesai perang dunia ke II, pemerintah islam bertindak agar lembaga pendidikan
pesantren diubah menjadi madrasah/Sekolah agama, waktunya dibagi dua bagian,
waktu khusus pengajian agama dan siang adalah bagian saman (Thai), adapun
bahagian saman,guru di tugaskan oleh pemerintah yang berpengantar bahasa
Thai.sekitar tahun 1984, imperialis memaksa agar kurikuluman dan buku-buku
agama di madrasah (Aliyah) mengikuti susunan dan peraturan dari imprialis, Isi
dan bahan buku dimasuki juga dengan bahasa Thai disamping bahasa jawi buku-buku
dari Malaysia dan Indonesia dilarang masuk sebagai uraian. Yang diprihatinkan
sekali imprialis usaha memasuki pelajaran
agama di sekolah Dasar Umum, waktunya hanya 60 menit perminggu,bahannya sekitar
cara-cara sholat berpuasa, naik haji dan minim sekali tentang akhlak dan
sejarah. Pelaksanaan tersebut dalam rangkamenghapuskan pendidikan Dasar agama
di TADIKA dan di TABIKA. Tapi alasan imperialis demi menjaga kondisi anak-anak
dari segi pisik dan psikis, di mana malam seminggu tanpa hari cuti/libur.
ไม่มีความคิดเห็น:
แสดงความคิดเห็น