Translate

21/4/55

PROSPEK INVASI IMPERIALIS SIAM TERHADAP UMAT ISLAM PATANI


PROSPEK INVASI IMPERIALIS SIAM TERHADAP UMAT ISLAM PATANI
            Pada tahun 1983, lahirnya pokitik tairomjen (di bawah payung dingin) yang ditangani oleh ketua staf angkatan perang batalyon IV berpusat di provinsi nakorn Sri Thammaraja yaitu jenderal Hanj Lilanonda. Etis policy ini merupakan alat yang membawa bangsa patani ke jutub neraka imperialis. Di mana usahanya dapat mengakibatkan merosotnya bangsa melayu patani di seluruh aspek kehidupan, baik mental maupun spiritual. Di sini penulis coba menedivensikan fakta realistis yang sudah dan akan terjadi.
1.      Aspek Keagamaan

Kalau pada awal kejatuhan kesultanan patani, imperialis bertindak eksploiter keagamaan, di mana umat islam dipadsa agar menyembah berhala yang mejoritas dianuti imperialis (bhuda), di lembaga pendidikan umum dikeraskan anak-anak didik muslim supaya menghormati dan menyembah patung-patung yang disediakan pada masing-masing kelas. Tapi akhir-akhir ini etis policy diterapkan yaitu cara mengakomodasikan dan mengasimilasikan keagamaan, sehingga banyak masyarakat awam terpengaruhtanpa dasar, jelas ini menimbulkan penyelewengan keagamaan. Contohnya, sewaktu perletakan dan peresmian mesjid harus dilaksanakan oleh menteri yang bersangkutan yang beragama budha, dan semasa palaksanaan itu di iringi dengan bacaan shalawat. Selain dari itu imperialis paksa agar kiyai muslim serta santri-santri berdoa peresmian ulang tahunnya. “tindaka ini samata-mata demi partisipasi social”, ungkapan imperialis. Gambaran tersebut berlaku disekitar provinsi Yala, Narathiwat dan Kabupaten Ruso.
Dalam majalah Tang Nam (al-Hidayat), awal tahun 1988, mencatat bahwa wakil kepala wilayah provinsi Narathiwat pernah melontar kata-kata perih, menyentuh nilai normal islam. Beliau mengungkapkan “kelompok dakwah tabligh islam adalah gila-gilaan, penyesat umat, menyeru kajalan yang tidak benar dan adalah agama politik yang kotor sekali”.
2.      Aspek Social Budaya
Masyarakat patani adalah mayoritas melayu, melayu dalam pengantar bahasa, melayu dalm bergaul, melayu dalam adat istiadat dan melayu dalam seni rupa, sehingga dianggap melayu di identik dengan islam dalam arti lahiriyah, meskipun fenomenanya tidak.
Akulturasi dan asimilasi social budaya diterapkan oleh kaum imperialis sekitar tahun 1945 dan madih lancer sampai saat kini. Motif ini dalam rangka ketiadaan perbedaan antara bangsa bhuda dan bangsa melayu islam, dan menghindari dari pemberontakan terhadap yang berkuasa. Pada tahun 1983 imperialis mengeluarkan dana yang cukup besar sekali dalm upaya mensiamisasikan nama-nama bangsa patani yang berwarna islami dan kemelayuan, menjadi nama-nama yang berbau siam, seperti Muhammad dijadikan mamat, Abdullah dijakan Adun, pulau Setul (nama desa) diganti dengan Kok Sathon, Kampong Baru diganti dengan Ban Mai, atau langsung diganti dengan nam yang berbau kebudhaan atau siam, total seperti Abdul Halim di Surasak. Selanjutnya kemudahan-kemudahan akan imperialis beri manakala nama asli diganti.
Pada tahun 1960 sampai dengan sekarang politik transmigrasi dan land reform dikuat kuasakan, suku-suku siam yang berdiam diri dibagian tengah dan utara, yang mengelami kemerosotan ekonomi disuruh berhijrah ke bahagian Selatan (patani) yang dominannya diduduki oleh melayu muslim, akhirnya menimbulkan suatu kompetisi kelompok, baik adat istiadat, ruang lingkup mata pencaharian dan cara peternakan hewan. Sehingga posisi umat melayu patani jatuh ke jurang kehinaan, terpaksa pindah ke tempat yang lebih tenteram, digunung-gunung dan bahagian pendalaman. Perkampungan orang patani dilereng-lereng bukit disuruh pindah ke puncak gunung, kerana akan dibuat bendungan ayer dan pembagunan negera.  Yang jelas! Pelaksanaan itu atas puing reruntuhannya umat isam patani.
3.      Aspek Ekonomi dan Politik
Patani adalah basis perekonomian yang ampuh dan populer sejak berdirinya sebagai negara, dan lebih penuh kemewahannya ketimbang dengan Negara siam, sehingga siam sendiri mengakui, dan terkenal dengan panggilan
4.      Aspek Pendidikan
Tahun 1934 M. merupakan tahun reformasi bagi Negara siam ,di mana berlakukan pergesaran system pemerintahan dari system monarchi absolut menjadi system demokrasi terpimpin. Pimpinan Negara dewasa itu diwewenangi oleh jenderal P. Phibon Songkram yang terkenal salah seorang pro-kebarat-baratan. Dengan  perubahan
Sistem pemerintahan itu menyebabkan kemerosotan sistem pendidikan agama Islam di Patani, kerana pendidikan saman (Umum) di perluaskan ke segenap daeroh, guru-guru bertugas hanya orang beragama Bhudha. Untuk mengatasi problema ini terpaksanya masih pesantren dan mempelajari kitab-kitab kuning tentang keagamaan, yang berbahasa  jawi aebagai bahasa pengantar (UTUSAN THAI SELATAN, No.11, Agustus 1970).
Setelah selesai perang dunia ke II, pemerintah islam bertindak agar lembaga pendidikan pesantren diubah menjadi madrasah/Sekolah agama, waktunya dibagi dua bagian, waktu khusus pengajian agama dan siang adalah bagian saman (Thai), adapun bahagian saman,guru di tugaskan oleh pemerintah yang berpengantar bahasa Thai.sekitar tahun 1984, imperialis memaksa agar kurikuluman dan buku-buku agama di madrasah (Aliyah) mengikuti susunan dan peraturan dari imprialis, Isi dan bahan buku dimasuki juga dengan bahasa Thai disamping bahasa jawi buku-buku dari Malaysia dan Indonesia dilarang masuk sebagai uraian. Yang diprihatinkan sekali imprialis usaha memasuki pelajaran  agama di sekolah Dasar Umum, waktunya hanya 60 menit perminggu,bahannya sekitar cara-cara sholat berpuasa, naik haji dan minim sekali tentang akhlak dan sejarah. Pelaksanaan tersebut dalam rangkamenghapuskan pendidikan Dasar agama di TADIKA dan di TABIKA. Tapi alasan imperialis demi menjaga kondisi anak-anak dari segi pisik dan psikis, di mana malam seminggu tanpa hari cuti/libur.

ไม่มีความคิดเห็น: